Pembelajaran Slide Presentase dengan Slideshare
by. Wardatul Husna Irham
http://www.slideshare.net/unairham69/thesis-kesetimbangan-kimia
KIMIA ASYIK
Tayangan halaman minggu lalu
Sabtu, 04 Juni 2011
PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
Video Pembelajaran Cooperative Learning ...
by. Wardatul Husna Irham
irhamuna69@gmail.com
by. Wardatul Husna Irham
irhamuna69@gmail.com
Jumat, 03 Juni 2011
TEORI MOLEKUL ORBITAL
TUGAS KIMIA FISIK
STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N2
MENURUT TEORI MOLEKUL ORBITAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata kuliah Kimia Fisika Lanjut
Dosen Mata Kuliah:
DR. Iis Siti Jahro, M.Si
OLEH
WARDATUL HUSNA IRHAM
809142037
PRODI PENDIDIKAN KIMIA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
APRIL 2011
STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N2
MENURUT TEORI MOLEKUL ORBITAL
A. Pendahuluan
Penyusunan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron telah membantu para ahli kimia menjelaskan proses pembentukan molekul dan ikatan yang terdapat dalam suatu molekul. Gilbert Lewis, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, mengajukan teori bahwa atom akan bergabung dengan sesama atom lainnya membentuk molekul dengan tujuan untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil. Kestabilan dicapai saat atom-atom memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (semua kulit dan subkulit terisi penuh oleh elektron serta memiliki 8 elektron valensi).
Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam proses pembentukan ikatan kimia. Untuk menunjukkan elektron valensi yang terlibat dalam pembentukan ikatan, para ahli kimia menggunakan simbol Lewis dot, yaitu simbol suatu unsur dan satu dot untuk mewakili tiap elektron valensi unsur bersangkutan. Jumlah elektron valensi suatu unsur sama dengan golongan unsur bersangkutan. Sebagai contoh, unsur Mg terletak pada golongan IIA, sehingga memiliki 2 elektron valensi (2 dot). Sementara, unsur S yang terletak pada golongan VIA, akan memiliki 6 elektron valensi (6 dot). Unsur yang terletak pada golongan yang sama akan memiliki struktur Lewis dot yang serupa.
Natrium termasuk unsur logam yang cukup umum. Unsur ini berkilau, lunak, dan merupakan konduktor yang baik, selain itu juga sangat reaktif. Umumnya, natrium disimpan di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari udara. Jika kita melelehkan sepotong logam natrium dan meletakannya ke dalam beaker glass yang terisi penuh oleh gas klorin yang berwarna kuning kehijauan, sesuatu yang sangat menakjubkan akan terjadi. Natrium mulai memancarkan cahaya putih yang semakin terang dan gas klorin mulai bercampur, yang disertai dengan hilangnya warna. Beberapa saat kemudian, reaksi selesai, dan kita akan mendapatkan garam meja atau NaCl yang terendapkan di dasar beaker glass.
Natrium adalah logam alkali, golongan IA pada tabel periodik. Natrium memiliki 1 elektron valensi. Sebaliknya, klorin adalah unsur nonlogam, unsur golongan halogen (VIIA) pada tabel periodik. Unsur ini memiliki 7 elektron valensi. Unsur-unsur di golongan A pada tabel periodik akan mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya dan menjadi sempurna (meniru konfigurasi gas mulia). Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p terluar yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan mendapatkan atau kehilangan elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan elektron valensi.
Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat stabil ketika memiliki 8 elektron valensi. Dengan demikian, natrium akan kehilangan elektron 3s-nya. Dengan demikian, atom natrium akan berubah menjadi ion natrium dengan muatan positif satu (Na+). Ion tersebut isoelektronik dengan neon (gas mulia) sehingga ion Na+ bersifat stabil.
Sementara, untuk memenuhi aturan oktet, unsur klorin membutuhkan satu elektron untuk melengkapi pengisian elektron pada 3p. Setelah menerima satu elektron tambahan, unsur ini berubah menjadi ion dengan muatan negatif satu (Cl-). Ion Cl- isoelektronik dengan argon (gas mulia) sehingga bersifat stabil. Jika natrium dicampurkan dengan klorin, jumlah elektron natrium yang hilang akan sama dengan jumlah elektron yang diperoleh klorin. Satu elektron 3s pada natrium akan dipindahkan ke orbital 3p pada klorin. Peristiwa serah-terima elektron terjadi dalam proses pembentukan senyawa NaCl. Ini merupakan contoh dari ikatan ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-muatan yang berlawanan) antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Ikatan ionik terbentuk saat unsur logam bereaksi dengan unsur nonlogam.
Di sisi lain, tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-terima elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan kovelen. Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen. Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah kedua atom akan menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron (satu dari masing-masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan demikian, molekul H2 terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia yang berasal dari penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom. Ikatan ini terjadi di antara dua unsur nonlogam.
Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua (ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga pasangan elektron bersama. Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk padat, cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh yang relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat nonelektrolit.
Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen nonpolar.
Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar.
Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.
Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.
Teori Ikatan Modern
Dua metode pendekatan untuk menjelaskan ikatan antar atom:
– Metode ikatan Valensi:
Ikatan terbentuk karena adanya overlaping orbital atom
– Metode Orbital Molekul:
Bila atom atom membentuk molekul/senyawa, orbital-orbitalnya bergabung dan membentuk orbital baru – (orbital molekul)
B. Teori Ikatan Valensi ( Valence Bond Theory, Vbt )
Valence bond theory (VBT): pendekatan kuantum mekanik terlokalisasi untuk menjelaskan ikatan dalam molekul. VBT memberikan perhitungan matematis bagi penggambaran Lewis dari pasangan elekton membentuk ikatan antara atom-atom. VBT menyatakan bahwa ps. elektron menempati orbital yg diarahkan terlokalisasi pada atom tertentu. Arah dari orbital ditentukan oleh geometri di sekitar atom yang diperoleh dari perkiraan dengan teori VSEPR. Pada VBT, ikatan akan terbentuk bila terjadi tumpangsuh (overlap) dari orbital yg cocok dari dua atom, dan orbital-orbital tsb ditempati oleh 2 elektron secara maximum.
Teori ikatan valensi secara sederhana merupakan teori ikatan yang menjelaskan bahwa atom-atom saling berikatan melalui tumpang tindih orbital terluar. Untuk memahami teori ikatan valensi maka dibutuhkan pemahaman mengenai orbital dan bilangan kuantum.
Dalam teori ikatan valensi, kita akan mengenal istilah orbital atom dan orbital hibrida. Orbital hibrida terbentuk dari proses hibridisasi yaitu pembentukan orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama (orbital hibrid) dari orbital-orbital dengan tingkat energi berbeda. Dengan menggunakan konsep hibridisasi maka dapat ditentukan geometri molekul dilihat dari susunan dalam ruang orbital hibrid yang terbentuk. Teori ini bukanlah teori ikatan dalam ilmu kimia.
Teori Ikatan Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan ikatan kovalen sebagai akibat tumpang-tindih orbital-orbital atom. Dengan konsep hibridisasi pun dapat dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang diramalkan dalam teori VSEPR, tetapi sayangnya dalam beberapa kasus, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang tramati secara memuaskan. Contohnya adalah molekul oksigen, yang struktur Lewisnya sebagai berikut.
Menurut gambaran struktur Lewis Oksigen di atas, semua elektron pada O2 berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik, namun kenyataanya, menurut hasil percobaan diketahui bahwa Oksigen bersifat paramagnetik dengan dua elektron tidak berpasangan. Temuan ini membuktikan adanya kekurangan mendasar dalam teori ikatan valensi.
Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa “ sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi system ”, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Pada teori ikatan valensi ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom.
Konsep elektron valensi dapat diterapkan dalam molekul diatomik, misalnya HF, dengan teori ini dapat dijelaskan bahwa molekul HF terbentuk sebagai akibat dari tumpang tindih orbital 1s dalam atom H dengan orbital 2p dalam atom F. Dalam setiap kasus, teori ikatan valensi menjelaskan perubahan energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi berubah. Karena orbital-orbital yang terlibat tidak selalu sama dalam setiap kasus, maka dapat dijelaskan mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik dapat berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis.
Pada teori ikatan valensi lebih lanjut Pauling mengidentifikasi adanya inner orbital complex, yaitu kompleks yang membentuk orbital hibrida dengan menggunakan orbital d sebelah dalam relatif terhadap orbital kosong s (yaitu hibridisasi d2 sp3), dan outer orbital complex jika hibridisasi menggunakan orbital d sebelah luar (yaitu sp3 d3). Pauling juga mengidentifikasi bahwa pada kompleks high-spin outer-orbital interaksi antara metal-atom donor atau metal- ligan bersifat ionic karena tidak melibatkan adanya perubahan konfigurasi elektronik 3dn bagi ion pusat dalam senyawa kompleks maupun dalam garam normalnya, misalnya seperti pada kompleks [CoF6]-3 garam normal CoCl3.
Teori VSEPR memprediksi bentuk molekul dilihat dari tolakan antar pasangan elektron. Jika kita menggunakan teori ini untuk menjelaskan ikatan kimia, maka akan ada hal-hal yang tidak konsisten seperti tolakan antar pasangan elektron dalam VSEPR menentukan bentuk geometri molekul tapi mengapa elektron-elektron ikatan yang jaraknya lebih dekat dibanding pasangan elektron ikatan tidak saling tolak-menolak, teori ini tidak bisa menjelaskan. Jadi, yang akan menjelaskan bentuk molekul adalah teori ikatan valensi yang pada ujungnya adalah konsep hibridisasi sedangkan untuk memprediksi bentuk molekul kita bisa menggunakan teori VSEPR.
Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan elektron kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan elektrostatik antar pasangan elektron. Teori ini juga dinamakan teori Gillespie-Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini. Akronim "VSEPR" diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan.
Teori VSEPR utamanya melibatkan prediksi susunan pasangan elektron di sekitar satu atau lebih atom pusat pada suatu molekul. Jumlah pasangan elektron pada kelopak valensi atom pusat ditentukan dengan menggambarkan struktur Lewis molekul tersebut. Ketika terdapat dua atau lebih struktur resonansi yang dapat mewakili suatu molekul, model VSEPR dapat diterapkan pada semua struktur resonansi tersebut. Pada teori VSEPR, pasangan elektron berganda pada ikatan berganda diperlakukan sebagai "satu pasang" elektron.
Pasangan elektron diasumsikan berada pada permukaan bola yang berpusat pada atom pusat. Oleh karena pasangan elektron tersebut bermuatan negatif, kesemuaan pasangan elektron akan menduduki posisi yang meminimalisasi gaya tolak menolak antar sesamanya dengan memaksimalkan jarak antar pasangan elektron. Jumlah pasangan elektron oleh karenanya akan menentukan keseluruhan geometri molekul.
Teori VSEPR (Valence Shell Electron-Pair Repulsion) atau Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi memungkinkan para ahli kimia untuk meramalkan geometri molekul dari molekul-molekul. Teori ini mengasumsikan bahwa pasangan elektron di sekitar atom, baik itu bonding pair maupun lone pair (nonbonding pair), akan berada dalam jarak sejauh mungkin untuk meminimalkan gaya tolakan di antara elektron tersebut. Geometri pasangan elektron (domain elektron) adalah susunan pasangan elektron, baik bonding pair maupun lone pair di sekitar atom pusat. Berdasarkan jumlah domain elektron, kita dapat meramalkan bentuk molekul.
Untuk menentukan geometri molekul atau bentuk molekul dengan menggunakan teori VSEPR, kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
- Tentukan struktur Lewis molekul tersebut
- Tentukan jumlah keseluruhan pasangan elektron total (domain elektron) yang berada di sekitar atom pusat (ikatan rangkap dua dan rangkap tiga masing-masing dianggap satu domain)
- Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukanlah geometri pasangan elektron (domain elektron)
Selain menggunakan teori VSEPR, bentuk molekul juga dapat diramalkan melalui pembentukan orbital hibrida, yaitu orbital-orbital suatu atom yang diperoleh saat dua atau lebih orbital atom bersangkutan yang memiliki tingkat energi yang berbeda, bergabung membentuk orbital-orbital baru dengan tingkat energi sama (terjadi pada proses pembentukan ikatan kovalen). Hibridisasi adalah proses penggabungan orbital-orbital atom (biasanya pada atom pusat) untuk mendapatkan orbital hibrida.
Hubungan antara jumlah dan jenis orbital atom pusat yang digunakan pada proses hibridisasi terhadap geometri molekul senyawa bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Pure Atomic Orbitals of the Central Atom | Hybridization of the Central Atom | Number of Hybrid Orbitals | Shape of Hybrid Orbitals (Geometry Arrangement) | Examples |
s,p | sp | 2 | Linear | BeCl2 |
s, p, p | sp2 | 3 | Trigonal Planar | BF3 |
s, p, p, p | sp3 | 4 | Tetrahedral | CH4 |
s, p, p, p, d | sp3d | 5 | Trigonal Bipyramidal | PCl5 |
s, p, p, p, d, d | sp3d2 | 6 | Octahedral | SF6 |
Dengan mengetahui jenis dan jumlah orbital atom pusat yang terlibat dalam proses pembentukan ikatan, kita hanya dapat menentukan bentuk geometri (domain elektron) molekul bersangkutan. Sementara untuk menentukan bentuk molekul, kita dapat menggunakan teori VSEPR. Dengan demikian, teori hibridisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teori VSEPR. Melalui kombinasi kedua teori tersebut, kita dapat mempelajari jenis dan jumlah orbital yang terlibat dalam pembentukan ikatan sekaligus meramalkan bentuk molekulnya.
Ikatan pada Orbital Molekular
• Untuk membentuk molekul yang stabil maka elektron di dalam orbital ikatan harus lebih banyak dibandingkan di dalam orbital anti-ikatan
• Ikatan yang terbentuk akan berada pada energi yang lebih rendah, sehingga menjadi lebih stabil
• Orbital ikatan dan anti-ikatan untuk ikatan-s dan ikatan-p harus dipertimbangkan
• Perhatikan diagram MO untuk Ne2 berikut ini:
Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom. Karena kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding dengan kuadrat fungsi gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi gelombang. Suatu fungsi gelombang mempunyai daerah
beramplitudo positif dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping positif dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam kimia kuantum.
beramplitudo positif dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping positif dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam kimia kuantum.
Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan sesuai dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom. Kondisi pembentukan orbital molekul ikatan adalah sebagai berikut.
Setiap baris dalam diagram orbital molekul menggambarkan sebuah orbital molekul yang terisi oleh elektron. Orbital molekul ini mencakup seluruh molekul. Diasumsikan bahwa elektron akan terisi pada orbital molekul sama seperti elektron terisi pada orbital atom dengan mengikuti aturan aufbau, kaidah Hund, serta larangan Pauli. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan diagram orbital molekul untuk molekul diatomk adalah Linear Combination of Atomic Orbitals approach (LCAO/Pendekatan Kombinasi Linear Orbital Atom). Pendekatan diatas memuat hal-hal sebagai berikut,
- Orbital molekul terbentuk dari overlap atau tumpang tindih orbital atom
- Hanya orbital-orbital atom dengan energi yang sama yang dapat berinteraksi pada tingkat enegi yang signifikan
- Ketika 2 orbital saling tumpang tindih keduanya berinteraksi membentuk 2 orbital molekul, yaitu Bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Ikatan) dan Anti-bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan)
Pendekatan yang digunakan berasumsi bahwa 2 orbital atom 1s dapat saling tumpang tindih dengan 2 cara untuk membentuk 2 orbital molekul. Cara yang pertama adalah adalah berinteraksi secara In-Phase. Ketika orbital atom saling tumpang tindih, interaksi secara In-Phase menyebabkan peningkatan intensitas muatan negatif pada area dimana kedua orbital atom tersebut saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih besar antara elektron dan inti atom. Gaya tarik yang lebih besar mengarah kepada energi potensial yang lebih rendah.
Karena elektron pada orbital molekul memiliki energi potensial yang lebih rendah daripada elektron pada orbital atom, maka tentunya untuk memisahkan kembali elektron pada orbital 1s masing-masing atom diperlukan sejumlah energi (tidak akan terjadi secara spontan) yang menyebabkan ikatan yang terbentuk akan stabil. Hal ini menjaga agar atom-atom tetap stabil pada molekul.Orbital molekul yang terbentuk ini disebut Bonding Molecular Orbital (Orbital molekul Ikatan). Orbital ini akan simetris terhadap sumbu ikatan. Orbital molekul jenis ini disebut Sigma Molecular Orbital (Orbital Molekul Sigma), σ. Simbol σ1s digunakan untuk menggambarkan orbital molekul ikatan yang terbentuk dari 2 orbital atom 1s.
Cara yang kedua, yaitu berinteraksi secara Out-of-Phase. Ketika orbital atom saling tumpang tindih, interaksi secara Out-of-Phase menyebabkan penurunan intensitas muatan negatif. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih lemah antara elektron dan inti atom. Gaya tarik yang lebih lemah mengarah kepada energi potensial yang lebih tinggi. Elektron akan lebih stabil jika berada pada orbital 1s masing-masing atom, sehingga elektron dalam orbital molekul ini akan melemahkan ikatan antar atom. Orbital molekul kenis ini disebut Anti-bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan). Orbital molekul ini juga akan simetris terhadap sumbu ikatan, sehingga orbital ini adalah orbital molekul sigma namun dengan simbol σ*1s. Tanda * mengindikasikan orbital molekul anti-ikatan.
Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara A dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital atom dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang memiliki cuping yang bertumpang tindih dengan tanda berlawanan yang akan dihasilkan (Gambar 2.15). Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom penyusunnya.
Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin kuat ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied molecular orbital) dan orbital molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO (lowest unoccupied molecular orbital). Ken’ichi Fukui (pemenang Nobel 1981) menamakan orbital-orbital ini orbital-orbital terdepan (frontier).
Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi sama disebut orbital terdegenerasi (degenerate). Simbol orbital yang tidak terdegenerasi adalah a atau b, yang terdegenerasi ganda e, dan yang terdegenerasi rangkap tiga t. Simbol g (gerade) ditambahkan sebagai akhiran pada orbital yang sentrosimetrik dan u (ungerade) pada orbital yang berubah tanda dengan inversi di titik pusat inversi. Bilangan sebelum simbol simetri digunakan dalam urutan energi untuk membedakan orbital yang sama degenarasinya.
Selain itu, orbital-orbital itu dinamakan sigma (σ) atau pi(π) sesuai dengan karakter orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi sekeliling sumbu ikatan, dan orbital pi memiliki bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan sigma dibentuk oleh tumpang tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d, dan ikatan pi dibentuk oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan d-d. Bila dua fungsi gelombang dari dua atom dinyatakan dengan φA dan φB, orbital molekul adalah kombinasi linear orbital atom (linear combination of the atomic orbitals (LCAO)) diungkapkan sebagai :hanya orbital-orbital atom kulit elektron valensi yang digunakan dalam metoda orbital molekul sederhana. Pembentukan orbital molekul diilustrasikan di bawah ini untuk kasus sederhana molekul dua atom. Semua tingkat di bawah HOMO terisi dan semua tingkat di atas LUMO kosong.
Dalam molekul hidrogen, H2, tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom hidrogen membentuk orbital ikatan σg bila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan antiikatan σu bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan σg.
Dalam molekul hidrogen, H2, tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom hidrogen membentuk orbital ikatan σg bila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan antiikatan σu bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan σg.
Orbital atom p dari 2 atom dapat berinteraksi melalui 2 cara berbeda, yaitu Parallel dan end-on.Orbital molekul yang terbentuk pun akan berbeda tergantung pada cara interaksinya. Interaksi end-on antara 2 orbital atom 2px menghasilkan orbital σ2p dan orbital σ*2p yang simetris terhadap sumbu ikatan.
2 orbital atom 2py saling tumpang tindih secara parallrl dan membentuk 2 molekul orbital π (pi). Orbital molekul π asimetris terhadap sumbu ikatan.
Orbital 2pz-2pz saling tumpang tindih menghasilkan satu pasang orbital molekul π2p dan π*2p sama dengan tumpang tindih nya orbital 2py-2py. Orbital molekul yang terbentuk memiliki energi potensial yang sama dengan orbital molekul yang terbentuk dari utmpang tindih orbital 2py-2py.
Diagram orbital molekul yang diharapkan dari tumpang tindih orbital atom 1s, 2s, dan 2p adalah sebagai berikut.
Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan tumpang tindih orbital atom yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom yang lebih elektronegatif umumnya lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom yang tingkat energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih besar, dan orbital anti ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih kecil.
Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital 1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.21. Orbital ikatan 1σ mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter π tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi HOMO.
Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital 1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.21. Orbital ikatan 1σ mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter π tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi HOMO.
Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan 2p yang menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk antar atomnya. Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif sama dengan yang dimiliki molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron menempati orbital sampai 3σ, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat energi molekul nitrogen. Orbital ikatan 1σ memiliki karakter 2s oksigen sebab oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital antiikatan 2π dan 4σ memiliki karakter 2p karbon.
Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di orbital ikatan dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Misalnya, dalam N2 atau CO, orde ikatannya adalah (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten dengan struktur Lewisnya.
Berikut ini adalah aturan-aturan yang digunakan dalam menggambarkan diagram orbital molekul
- Tentukan jumlah elektron dalam molekul. Jumlah elektron per atom diperoleh dari nomor atom pada tabel periodik (Jumlah total elektron buakn hanya elektron valensi)
- Isi orbital molekul dari bawah hingga ke atas sampai semua elektron terisi
- Orbital harus terisi dengan spin yang sejajar sebelum elektron nya mulai berpasangan (Kaidah Hund)
Kemudain stabil tidak nya suatu molekul ditentukan melalui orde ikatan (Bond Order)
Bond Order = 1/2 (#e- in bonding MO's - #e- in antibonding MO's)
Bond Order = 1/2 (#e- in bonding MO's - #e- in antibonding MO's)
Bond order digunakan untuk meramalkan kestabilan molekul
- Jika bond order suatu molekul sama dengan nol (0) maka molekul tersebut tidak stabil
- Jika bond order lebih dari nol (0) maka molekul tersebut stabil
- Semakin besar nilai dari bond order, semakin stabi ikatan dalam molekul
Kita juga dapat menentukan molekul tersebut bersifat paramagnetic atau diamagnetic. Jika semua elektron telah berpasangan maka molekul tersebut bersifat diamagnetic. Jika salah satu atau lebih elektron belum berpasangan maka molekul tersebut bersiafat paramagnetic.
EXAMPLES
1. Diagram molekul H2
H2
Bond Order = 1/2 (2-0) = 1
Bond Order lebih besar dari pada nol (0) berarti molekul H2 stabil
Karena semua elektron dalam molekul H2 telah berpasangan berarti H2 bersifat diamagnetic
2. Diagram molekul O2
O2
Bond Order = 1/2 (10-6) = 2
Bond Order > 0, maka molekul O2 stabil
Karena terdapat 2 elektron yang belum berpasangan maka O2 besifat paramagnetic
3. Diagram molekul He2
Bond Order = 1/2 (2-2) = 0
Bond Order = 0, maka molekul He2 tidak stabl
D. Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul
Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur ion.
Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul. Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F2 ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.
Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan senyawa organik sangatlah rendah. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul, walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.
Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia. Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.
- Struktur Orbital Molekul N2
Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di orbital ikatan dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Dalam N2, orde ikatannya = (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten dengan struktur Lewisnya
Hibridisasi N2 =
σ1s2, σ*1s2, σ2s2, σ*2s2, σ2p2, π2py2, π2pz2
= sp3
Rabu, 01 Juni 2011
Jumat, 13 Mei 2011
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA (PMM) IAIN-SU
TUGAS 3
MAKALAH SEMINAR & extended abstrak
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN KIMIA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA (PMM) IAIN-SU
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas III
Pada Mata kuliah Seminar dan Penulisan Karya Ilmiah
Dosen Mata Kuliah:
Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc, Ph.D
OLEH
WARDATUL HUSNA IRHAM
809142037
PRODI PENDIDIKAN KIMIA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FEBRUARI 2011
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN KIMIA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA (PMM) IAIN-SU
Wardatul Husna Irham
Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan 20221. Telp. 08126371814; E-mail una_irham@yahoo.com
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Mutu Pendidikan 2012
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar mata kuliah Kimia dengan model Cooperative Learning dan model konvensional ceramah dan efektifitas model pembelajaran Cooperative Learning yang dilakukan dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU. Metode penelitian adalah metode eksperimen. Instrumen penelitian telah diuji validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran. Teknik analisis yang digunakan teknik Analisis varians dua jalur (Two Ways Anova). Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pembelajaran mata kuliah Kimia dengan model Cooperative Learning dan model konvensional ceramah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU, (2) Model pembelajaran Cooperative Learning yang dilakukan efektif dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Kimia di jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU
Kata Kunci :
Efektifitas pembelajaran, Cooperative Learning, eksperimen
Abstrak
This study aims to determine whether there are differences in learning outcomes of courses in chemistry with models of cooperative learning and the conventional model of lecturing students also the effectiveness of cooperative learning teaching model made in improving student learning achievement in chemistry courses in the department of Mathematics Education IAIN-SU. The research method based on experiment. The research instrument that have tested the validity, reliability, power difference, and level of difficulty. The technique of analysis Two Ways ANOVA. The results showed: (1) There are significant differences between the learning outcomes of courses in chemistry with models of cooperative learning and lecture students majoring in conventional models of Mathematics Education IAIN-SU, (2) learning model that is effective cooperative learning in improving student learning achievement in chemistry courses in the department of Mathematics Education IAIN-SU
Password:
Effectiveness of Learning, Cooperative Learning, experiment
Pendahuluan
“Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi” (SK Mendiknas No 232/ U/ 2000), terdiri dari :
• Kurikulum inti yang mencirikan kompetensi utama
• Kurikulum institusional, komplementer dengan kurikulum inti dengan memperhatikan kebutuhan lingkungan dan ciri khas PT (www.kopertis4.or.id)
Komisi pimpinan Jecques Delors itu merekomendasi, jika pendidikan ingin berhasil melaksanakan tugasnya, hendaklah dibangun di sekitar empat jenis belajar yang fundamental sifatnya, yang dapat dikatakan sebagai pilar pengetahuan. Keempat pilar belajar itu adalah belajar mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar hidup bersama (learning to life togethers), dan belajar menjadi seseorang (learning to be). Rekomendasi ini lalu fasih disebut orang sebagai "rekomendasi Delors" atau "empat pilar UNESCO". (www.kopertis4.or.id)
Pengalaman pendidikan yang sering dihadapi di perguruan tinggi adalah bahwa banyak mahasiswa menganggap mata kuliah kimia sulit dipelajari, sehingga mahasiswa sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk mempelajarinya (Sakkashiri, 1991). Dari hasil studi diketahui beberapa factor penyebab kurangnya penguasaan materi perkuliahan bagi mahasiswa diantaranya adalah (1) mahasiswa belajar karena langsung mengajarkan materi kuliah yang tergolong sulit tanpa memberikan pengertian dasar yang diperlukan (mata kuliah prasyarat), (2) mahasiswa sering belajar dengan cara menghafal tanpa membentuk pengertian terhadap materi kuliah yang dipelajari, (3) materi kuliah yang diajarkan mengambang sehingga mahasiswa tidak dapat menemukan “kunci” untuk mengerti materi perkuliahan yang sedang dipelajari, (4) dosen tertentu kurang berhasil menyampaikan “konsep”bagi mahasiswa untuk menguasai materi yang diajarkan karena kurangnya penguasaan model pembelajaran (Hahn dan Polik, 2004;Lynch dan Waters, 1980)
Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui interaksi belajar yang efektif mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal.
Pendekatan konstruktivistik dalam model pembelajaran kooperatif dapat mendorong mahasiswa untuk mampu membangun pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok. Mereka didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan. Mahasiswa menafsirkan bersama-sama apa yang mereka temukan atau mereka bahas. Dengan cara demikian, materi pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai transfer dari dosen. Pengetahuan dibentuk bersama berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok. Ini berarti, mahasiswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga pemahaman terhadap fenomena yang sedang dipelajari meningkat. Inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian pada kajian efektivitas pembelajaran kimia dengan model pembelajaran Cooperative Learning.
Untuk memberikan arahan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan hasil pembelajaran mata kuliah Kimia dengan model Cooperative Learning dan model konvensional ceramah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU ?
2. Apakah model pembelajaran Cooperative Learning yang dilakukan efektif dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Kimia di jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU ?
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas model pembelajaran dalam mata kuliah Kimia mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar mata kuliah Kimia dengan model Cooperative Learning dan model konvensional ceramah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU. (2) Untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran Cooperative Learning yang dilakukan dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Kimia di jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU
Metode Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan di jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU pada Semester Genap Tahun Akademik 2010/2011. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU yang mengambil mata kuliah Kimia. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (PMM) IAIN-SU yang mengambil mata kuliah Kimia, dipilih secara acak.
Penelitian ini bersifat eksperimen, dengan membuat perlakuan dengan memberikan pengajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberikan pengajaran secara konvensional ceramah. Penentuan dan pengelompokan sampel dilakukan mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Situmorang, dkk (2000) dan Sinaga, 2004. Disain penelitian ini diperlihatkan pada tabel 8.1
Tabel 8.1 Disain penelitian efektifitas pembelajaran dengan model pembelajaran Cooperative Learning berdasarkan hasil evaluasi belajar sebelum dan sesudah pengajaran.
Kelompok Mahasiswa | Rata-rata Hasil Belajar Mahasiswa berdasarkan hasil evaluasi Belajar | |||||
Pretest | Postest-1 | Postest-2 | ||||
Eksperimen | Kontrol | Eksperimen | Kontrol | Eksperimen | Kontrol | |
KT | ||||||
KR | ||||||
Rata-rata* | ||||||
t-test |
KT = Mahasiswa dengan IPK relatif tinggi
KR = Mahasiswa dengan IPK relatif rendah
*Rata-rata untuk total sampel kelompok tinggi dan kelompok rendah
Dalam penelitian ini, ada beberapa langkah yang digunakan dalam proses penelitian dan pengumpulan data yaitu : (a) Penyusunan materi kuliah menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning, penyusunan evaluasi belajar pretest dan postest, (b) Pemberian pengajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning, penyusunan evaluasi belajar pretest dan postest, (c) Pelaksanaan evaluasi awal (pretest) dan evaluasi akhir (postest 1 setelah pengajaran dan postest 2 satu bulan setelah pengajaran), serta pengumpulan data dan analisis data.
Penelitian ini dilakukan selama 9 (sembilan) bulan dengan perincian pelaksanaan kegiatan diperlihatkan pada tabel 9.1
Tabel 9.1. Jadwal rencana penelitian Efektifitas Pembelajaran Kimia dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning Jurusan Pendidikan Matematika IAIN-SU
No | Kegiatan Penelitian | Pelaksanaan tahun 2011 | ||||||||
Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Ags | Sept | ||
1. | Persiapan penelitian | |||||||||
- Penyusunan konsep penelitian | ||||||||||
- Penyusunan materi pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning | ||||||||||
- Pembuatan instrumen evaluasi | ||||||||||
- Standarisasi instrumen evaluasi | ||||||||||
2. | Pengumpulan data penelitian | |||||||||
- Pelaksanaan pengajaran menggunakan model Cooperative Learning | ||||||||||
- Pelaksanaan evaluasi | ||||||||||
- Pengolahan data hasil penelitian | ||||||||||
- Interpretasi data hasil penelitian | ||||||||||
3. | Penyajian hasil dalam pertemuan ilmiah di jurusan dan seminar | |||||||||
4. | Penyusunan laporan hasil penelitian | |||||||||
5. | Pengiriman laporan hasil penelitian |
Langganan:
Postingan (Atom)